Monday, November 22, 2010

10 Negara Paling Gampang Berbisnis di Dunia



10 Negara Paling Gampang Berbisnis di Dunia
Dua dari sepuluh posisi teratas adalah negara Asia, yakni Singapura dan Hong Kong.

VIVAnews - Bank Dunia pada November ini kembali merilis hasil survei peringkat 184 negara terkait dengan kemudahan untuk menjalankan bisnis (doing business 2011).

Pemeringkatan berdasarkan hasil survei rutin tahunan ini mengacu pada sejumlah indikator yang digunakan untuk menentukan kemudahan berbisnis di satu negara.

Indikator yang dipakai tersebut di antaranya adalah izin mengawali usaha, persyaratan izin mendirikan bangunan, pendaftaran properti, kemudahan mendapatkan kredit, perlindungan bagi investor, kemudahan pembayaran pajak dan lainnya.

Dari hasil survei tersebut, secara global, menjalankan bisnis paling mudah masih didominasi oleh negara-negara maju dengan pendapatan per kapita masyarakat yang tinggi, khusus negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sedangkan, negara-negara paling berbelit-belit untuk berbisnis banyak terjadi di kawasan Sub Sahara Afrika dan Asia Selatan.

Dari 184 negara tersebut, 10 posisi teratas tidak banyak berubah, masih ditempati oleh negara-negara maju. Bahkan, di antara 25 posisi teratas, 18 negara telah membuat langkah-langkah yang semakin mempermudah bagi investor untuk membuka usaha.

Dua dari sepuluh posisi teratas adalah negara Asia, yakni Singapura dan Hong Kong. Singapura, bahkan masih menempati posisi teratas sebagai negara yang paling mudah untuk menjalankan bisnis.

Peringkat 10 Negara Paling Mudah Berbisnis
1. Singapura
2. Hong Kong
3. Selandia Baru
4. Inggris
5. Amerika Serikat
6. Denmark
7. Kanada
8. Norwegia
9. Irlandia
10. Australia

Swedia paling banyak melakukan perombakan dalam kemudahan berusaha sehingga peringkatnya meningkat dari posisi 18 ke 14. Negara ini menurunkan persyaratan modal minimum untuk memulai usaha, dan memperkuat perlindungan bagi investor dengan cara meningkatkan persyaratan keterbukaan perusahaan serta memperbaiki aturan soal persetujuan transaksi antara sejumlah pihak.

Di sejumlah negara maju, sistem online atau e-government sudah menjadi bagian penting dalam memberikan kemudahan berbisnis. Singapura dan Hong Kong menerapkan layanan satu atap untuk berbisnis melalui perizinan yang efisien secara online, bahkan sudah dijalankan sejak 2008. Denmark baru saja memperkenalkan pendaftaran kepemilikan tanah secara online.

Jerman dan Singapura merupakan negara yang paling cepat dalam memproses perizinan bagi usaha kecil. Bahkan, proses perizinan untuk memulai bisnis di Singapura cukup 3 hari saja.

sumber: Bank Dunia

Wednesday, November 3, 2010

Sigli......

bertugas ke sigli ada kerinduan sekaligus keingin untuk cepat selesai....entah kenapa kali ini mungkin tugas terlama yang saya jalani di sigli, yaitu 5 hari dari biasanya satu atau bahkan 3 hari.

Perjalan menuju sigli awalnya memang tidak sesuai harapan dikarenakan delay pesawat yang sangat lama dan akhirnya berganti pesawat agar waktu yang tersisa benar2 efektif.

Penerbangan dengan JT174 on schedule dan sampai diaceh pukul 11.15 dan jemputan sudah menunggu dipintu kedatangan dengan avanza hitam bersama pak husaini. sepanjang perjalanan kami membicarakan banyak hal, mulai dari pekerjaan, keluarga bahkan rencana-rencana kedepan yang akan kami jalani. tidak terasa sampai di sigli lebih cepat dari biasanya yang menghabiskan masa perjalan lebih dari 2 jam kali ini 2 jam tepat.

sigli adalah kota disalah satu kabupaten pidie........(kok mau makan dulu ya.....)

Thursday, October 14, 2010

jalan-jalan


Singapore......

Untuk kesekian kalinya aku mengunjungi singapore. Negara tetangga yang lebih maju dari segi ekonomi dan tertib dalam penaataan kotanya. kali ini perjalanan terasa istimewa karena bersama istri tercinta serta sahabat-sahabat sma dulu.

Rencana sudah kami susun sehak empat bulan lalu, bahkan tiket penerbangan juga sudah di isuued jauh2 hari sebelumnya, bermodalkan surving internet untuk harga termurah maka jatuh pilihan pada tanggal 14 oktober 2010 sampai dengan 17 oktober 2010.

Empat hari perjalanan ini tidak semuanya di Singapore tetapi kami akan berlanjut menuju negara tetangga selanjutnya, yaitu Malaysia pada tanggal 16 oktober 2010.

Hari pertama, 14 Oktober 2010.
Malam sebelumnya kami telah saling kontak dan mengingatkan untuk kumpul diterminal keberangaktan bandara sukarno hatta jam 6.00 untuk penerbangan menggunakan lion air. harga tiket jakarta - singapore sebersar rp. 350.000.

Sewaktu akan keluar rumah menuju bandara dipagi hari ternyata komplek mengalami banjir, namun alhamdulillah jalanan masih dapat dilalui dengan kendaraan mpv, dan untungnya kami telah meng-cancel pesanan taxi karena mobil sedan tidak bisa masuk kekomplek untuk menjemput kami. Sehingga diputuskan menggunakan xenia untuk diinapkan di bandara selama kami melakukan perjalanan ini. bisa dikatan ini adalah perjalanan bulan madu kami yang kedua setelah empat belas tahun lalu mengunjungi anyer dan labuan dan itupun diisi dengan pekerjaan.

Perjalanan menuju bandara lancar dan kami terlambat 30 menit dari janji bertemu di terminal 2 E. sarapan pagi diisi dengan burger dan air mineral.

Urusan dokumen dan bebas fiskal lancar, satu hal kali ini perjalananku tidak terhambat oleh birokrasi cekal orang lain yang mirip dan identik dengan ku.

Penerbangan on schedule. tiba dibandara changi sangat terasa bedanya dengan bandara sukarno hatta terutama modernisasi tekhnologinya. selepas pemeriksaan dokumen dari terminal 1 kedatangan kami menuju terminal 3 menggunakan sky train yang terdapat disana untuk melanjutkan tujuan ke kota singapore menggunakan mrt, public transportation, menuju tanah merah dan selanjutnya menuju bugis dimana hotel tempat kami menginap berada tidak jauh dari sana, ibis hotel.

Monday, September 6, 2010

German School System

German School System
German public education makes it possible for qualified kids to study up to university level, regardless of their families' financial status.
The German education system is different in many ways from the ones in Anglo-Saxon countries, but it produces high-performing students. Although education is a function of the federal states, and there are differences from state to state, some generalizations are possible.

Children aged three to six may attend kindergarten. After that school is compulsory for nine or ten years. From grades 1 through 4 children attend elementary school (Grundschule), where the subjects taught are the same for all. Then, after the 4th grade, they are separated according to their academic ability and the wishes of their families, and attend one of three different kinds of schools: Hauptschule, Realschule or Gymnasium.

The Hauptschule (grades 5-9 in most German states) teaches the same subjects as the Realschule and Gymnasium, but at a slower pace and with some vocational-oriented courses. It leads to part-time enrollment in a vocational school combined with apprenticeship training until the age of 18.

The Realschule (grades 5-10 in most states) leads to part-time vocational schools and higher vocational schools. It is now possible for students with high academic achievement at the Realschule to switch to a Gymnasium on graduation.

The Gymnasium (grades 5-13 in most states) leads to a diploma called the Abitur and prepares students for university study or for a dual academic and vocational credential. The most common education tracks offered by the standard Gymnasium are classical language, modern language, and mathematics-natural science.

Grundschule teachers recommend their students to a particular school based on such things as academic achievement, self confidence and ability to work independently. However, in most states, parents have the final say as to which school their child attends following the fourth grade.

The Gesamtschule, or comprehensive school, is a more recent development and is only found in some of the states. It takes the place of both the Hauptschule and Realschule and arose out of the egalitarian movements in the 1960s. It enrolls students of all ability levels in the 5th through the 10th grades. Students who satisfactorily complete the Gesamtschule through the 9th grade receive the Hauptschule certificate, while those who satisfactorily complete schooling through the 10th grade receive the Realschule certificate.
No matter what kind of school a student attends, he/she must complete at least nine years of education. A student dropping out of a Gymnasium, for example, must enroll in a Realschule or Hauptschule until nine years have been completed.

Beyond the Haupschule and Realschule lies the Berufsschule, combining part-time academic study and apprenticeship. The successful completion of an apprenticeship program leads to certification in a particular trade or field of work. These schools differ from the other ones mentioned in that control rests not with the local and regional school authorities, but with the federal government, industry and the trade unions.

German children only attend school in the morning. There is no provision for serving lunch. There is a lot more homework, heavy emphasis on the "three R's" and very few extracurricular activities.

A very low-cost or free higher education could lie beyond a German Abitur. Many of Germany's hundred or so institutions charge little or no tuition. But, students must prove through examinations that they are qualified.
There are several varieties of university-level schools. The classical universities, in the tradition of Alexander von Humboldt, provide a broad general education and students usually attend them for six and one-half years. The Technical Universities (Technische Hochschulen) are more aimed at training students for specific careers and are usually attended for four and one-half years. There are also Hochschulen for art and music.

The whole German education system, including the universities, is available to the children of bona fide expatriates. The catch, of course, is that the classes are conducted in German, which is usually all right for school beginners but becomes more and more of a problem as the children get older.

Friday, August 27, 2010

Cita-cita buah hati terhalang laju inflasi



Inflasi yang selama ini kita ketahui adalah naiknya harga barang kebutuhan pokok yang dipengaruhi oleh berbagi faktor baik mikro maupun makro. Biasanya, pemerintah sudah memprediksikan kisaran atau besaran kenaikannya laju inflasi selama satu tahun kedepan, sehingga setiap bulan pemerintah akan mengumumkan besaran laju inflasi dari badan pusat statistik dan menjaga agar jangan sampai melebihi besaran yang telah ditentukan, umumnya masih berkisar dua digit.

Namun kadang besarnya inflasi tidak sejalan dengan naiknya kebutuhan bahan pokok yang melebihi apa yang telah diperkirakan oleh pemerintah, ini yang biasanya dirasakan oleh masyarakat bawah yang sangat rentan terhadap pergerakan harga. Seumpama pada tahun 2009 yang merupakan tahun dalam sejarah nilai inflasi negara kita hanya berkisar diangka 5,7% namun pada kenyataannya kenaikan harga barang pokok lebih dari angka tersebut, dan pada tahun ini misalnya saja cabai yang bukan bahan pokok kenaikannya membuat para pedagang makanan jadi atau ibu tumah tangga terkaget-kaget. Inflasi...oh inflasi!!

Namun selain inflasi akan kbutuhan bahan pokok, kita sebagai orang tua ternyata tanpa disadari sesungguhnya dalam pendidikan untuk anak-anak kita juga telah mengalami inflasi yang sangat mencengangkan bahkan membuat kita berfikir ulang bisakah anak-anak kita merasakan bangku kuliah jika dari sekarang harga pendidikan sangat mahal.

Memang ada sekolah gratis, namun sekali lagi itu tidak menjangkau semua sekolah, hanya sekolah negeri saja dari tingkat dasar sampai menengah pertama, dan ada beberapa daerah yang sudah sampai tingkat menengah atas. Namun kemudian sekolah tersebut berbondong-bondong merubah diri menjadai sekolah standar nasional atau rintisan sekolah berstandar internasional bahkan ada yang sudah menyatakan sekolah standar internasional (maaf internasionalnya lokal atau benar-benar internasional ya?...). Label tersebut adalah upaya sekolah untuk menraik dana dari orang tua murid dengan nilai yang luar biasa sangat tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita yang hanya mempunyai penghasilan tidak lebih dari dua juta rupiah perbulan dengan biaya hidup yang juga mahal mulai dari listrik, telephone dan makan. Jangan bicara gizi disini.

Bagaimana dengan sekolah swasta? Satu hal mereka menetapkan biaya mahal karena memang harus menanggung seluruh beban operasional sekolah mulai dari gaji guru sampai pengeluaran lainnya, namun tidak bicara kualitas karena sekolah swasta baik yang tingkat dasar, menegah atau atas juga akan dilihat fasilitasnya. Bantuan operasional sekolah nilainya hanya sepersekian dari kebutuhan operasional sekolah yang tidak mencukupi untuk membayar gaji guru secara layak, masih banyak sekolah yang memberikan gaji guru dibawah satu juta lima ratus ribu rupiah, sedangkan mereka mempunyai kebutuhan hidup yang juga besar dan ditambah dengan anak banyak yang harus sekolah dan makan (tanpa gizi yang memadai).

Jika kita tanya anak-anak kita tentang cita-cita mereka, maka kita akan terhenyak bahwa mereka mempunyai mimpi besar untuk menjadi orang-orang pilihan dan pemenang dari persaingan duniawi. Ada yang ingin menjadi presiden, dokter, insinyur, sedkit yang mau menjadi guru bahkan menjadi atlet juga belum jelas.

Haruskah cita-cita mereka terhalang inflasi pendidikan yang kita tidak dapat bayangkan berapa besar dana yang harus kita tabung dan investasikan dari gaji yang tidak memadai untuk mewujudkan cita-cita buah hati? Sementara cita-cita jika tidak didukung dari biaya yang harus dikeluarkan hanyalah sekedar impian disiang hari. Jangankan membayangkan biaya kuliah, membayangkan sampai disekolah menengah ataspun mungkin banyak dari kita sudah pasrah dengan bagaimana nanti.

Beasiswa? Jangan berharap banyak untuk anak-anak yang tidak mempunyai nilai akdemik cemerlang, karena sampai saat ini 90,9% persen beasiswa dilatarbelakangi oleh nilai akademik tanpa memandang kecerdasan lainnya yang dimilki oleh seorang anak. Dan hampir bisa dipastikan penerima beasiswa selain yang diberikan oleh lembaga zakat atau lsm adalah anak-anak dari latar belakang keluarga cukup mampu jika tidak ingin dikatakan kaya. Bagaimana dengan anak-anak dari keluarga yang hanya punya penghasilan sebesar tadi diatas? Banyak syarat yang harus dipenuhi dan kadang menbuat sebagian meyerah bahkan memutuskan untuk berhenti menggapai cita-cita.

Biaya pendidikan, bagaimana mengukurnya? Bagaimana mengkalkulasinya?.....
Mari berbagi solusi agar cita-cita buah hati tak terhalang inflasi.
Ditunggu ya.....................
Jakarta, 27 Agustus 2010

Tuesday, August 24, 2010

GURU PEMIMPIN



Guru terkadang lupa bahwa dirinya adalah pemimpin, halini sangat disayangkan dikarenakan dalam tugas sehari-hari sebenarnya banyaksekali hal yang membutuhkan aspek kepemimpinan. Bayangkan hanya karenaragu-ragu, guru menunda-nunda mengirim anak yang bermasalah dengan perilakukepada kepala sekolah untuk ditindak lanjuti. Akibatnya kelas yang menjaditanggung jawabnya menjadi tidak nyaman untuk anak yang lain. Hal inidikarenakan anak tersebut tidak tertangani dan tingkah lakunya semakin menjadi-jadi.



Kasus lain, ada orang tua yang ingin berdiskusimengenai perilaku anaknya di sekolah malah oleh guru yang bersangkutan karenatidak percaya diri dan takut salah ucap, buru-buru diarahkan kepada kepalasekolah untuk ditindak lanjuti.

Dibawah ini adalah hal yang bisa sekolah dan gurulakukan untuk meningkatkan aspek kepemimpinan dalam diri guru.

Memilih teks book

Membuat kurikiulum

Mengelola perilaku siswa

Apakah siswa ini butuh bantuan guru pendamping (konselor)?

Berpresentasi membagi ilmu dengan guru lain

Ikut menentukan pola evaluasi guru

Ikut menentukan anggaran sekolah

Mengevaluasi guru lain

Menyeleksi guru baru

Menyeleksi tata usaha



Pertanyaannya lantas jika semua guru menjadi pemimpinlalu kepala sekolah nya akan kelihatan tidak bekerja. Pertanyaan tadi memangmenarik untuk dibahas mengingat kerja seorang kepala sekolah adalah memimpin.Tetapi apa yang terjadi jika untuk memilih buku teks saja harus dilakukankepala sekolah. Padahal orang yang nanti akan menggunakannya di kelas adalahguru yang bersangkutan. Begitu juga dengan membuat kurikulum serta menyeleksiguru baru, guru jugalah nanti yang akan bekerja sama dengan guru baru danmenggunakan kurikulum yang dibuatnya sepanjang tahun ajaran.

Banyak pihak yang akan mendulang keuntungan dari guruyang mempunyai profil pemimpin. Mereka adalah guru itu sendiri, orang tua,siswa dan sekolah sebagai lembaga.

http://www.anpsonline.org/images/stroies/teachersconfrence2009

cq. www.gurukreatif.wordpress.com

NEGARADENGAN KUALITAS PENDIDIKAN TERBAIK DIDUNIA



Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannyamenduduki peringkat pertama di dunia?

Finlandia. Negara dengan ibukota Helsinki (tempatditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini memang begitu luarbiasa. Peringkat 1 dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil surveiinternasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for EconomicCooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA(Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan siswa dibidang Sains, Membaca, dan juga Matematika.

Finlandia

Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademistapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.

Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanyacerdas. Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia?Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggidibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negaralainnya. Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jambelajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, ataumemborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulaisekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain,yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaituhanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelahFinlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.

Apa gerangan kuncinya?

Ternyata kuncinya terletak pada kualitas guru. DiFinlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaikpula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gajimereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justrumendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk kefakultas hukum atau kedokteran!

Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian danevaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitaspendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yangmenghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kitacenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkapseorang guru di Finlandia.

Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahuikualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan keperguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri,bahkan sejak Pra-TK!Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kataSundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.

Siswa didorong untuk bekerja secara independen denganberusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangatsantai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkanrasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.

Kelompok siswa yang lambat mendapat dukungan intensif.Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.

Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah diFinlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yangburuk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggapsebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guruyang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat programindividual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai,umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawabuku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab denganbenar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaansiswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa,maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akanmenghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukankesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilaisebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.

Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinyamasing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintirsiswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.