Sunday, February 14, 2010

aku ingin cerita

Sebuah pesan masuk kedalam inbox FB ku,.......aku ingin cerita! Singkat dan tak ada kata lain yang menegaskan dari apa yang akan diceritakannya. Seorang sahabat lama, dulu adalah sahabat yang sangat dekat dan sempat terpisah sebab dia harus melanjutkan study ke Luar Negeri sehingga kami terputus kontak karena dulu belum ada handphone ataupun internet dengan fasilitas jejaring seperti saat ini dan menulis surat pun malas (?).

Saya segera me-replay pesan tersebut, monggo jeuuunnggg.......kalimat yang biasa saya gunakan dalam berkomunikasi dengan teman atau sahabat yang mempunyai kedekatan khusus dalam ruang persaudaraan hati kami. Selanjutnya komunikasi berlanjut dalam ruang chating untuk menentukan kapan, dimana, jam berapa kami akan bertemu untuk mendengarkan apa yang akan diceritakannya.

Sebuah coffee shop dibilangan Jakarta Selatan menjadi tempat tujuan pertemuan kami selepas jam kerja. Saat itu dengan kemacetan yang biasa kami hadapi dalam hari-hari kerja di Jakarta terlambat sepertinya menjadi hal yang biasa, namun terkomunikasikan dengan adanya sarana komunikasi melalui handhone apalagi jika ada Balckberry maka connecting tak akan terputus dalam 24 jam sehari begitu juga push email dari beberapa fasilitas handpone dan providernya.

Untuk bercerita melalui internet memang tidak semua apa yang akan diceritakan menjadi jelas dan lengkap, terkadang apa yang akan diceritakan dengan bahasa tulisan menjadi sangat sulit bahkan bisa jadi tak jelas apa yang akan diceritakan dari maksud diawal. Karena tidak semua orang dapat menulis tapi saya yakin semua orang dapat bercerita. Dan saya pun ingin merasakan apa yang diceritakannya menjadi lebih hidup dan terasa baik kebahagian dan kesedihan dalam ceritanya.
Hampir mendekati jam 7 malam, kami baru bisa bertemu. Selama hampir 2 jam pertemuan saya coba menjadi pendengar yang baik dari apa yang diceritakannya. Semua tentang sahabatku. Cerita yang terdengar adalah cerita tentang kaum urban Jakarta dengan segala hiruk pikuknya, yang pada akhirnya merambah pada wilayah pribadi dalam rumah tangga. Akhir dari kesimpulan yang dia ceritakan adalah dia ingin bercerai!!. Astaghfirullah.......

Wahai sahabatku, saudaraku.....aku bahagia mendengar engkau bahagia, aku bersedih mendengar engkau bersedih. Cobalah kembali untuk membangun pondasi rumah tangga yang dalam 13 tahun ini telah terkoyak, aku yakin, kamu bisa, kamu mampu dan kamu dapat melewati semua itu dengan keikhlasan dan kesabaran, lupakan apa yang telah terjadi, maafkan segala kesalahan dan kekhilafannya karena aku yakin kamu bisa, dan masih ada DIA yang akan selalu bersamamu dan anakmu.

Komunikasikan apa yang menjadi tujuan awal dari perjalanan rumah tangga, arahkan tujuan yang sama, dayung dengan arah yang sama karena CINTA membutuhkan itu. Jika kau masih belum bisa menerima maka belajarlah untuk menerima itu sebagai ujian dariNYA. Doa-doamu lah yang akan menguatkan “misaqon gholidzon” ikat yang kuat ini. Aku yakin kamu akan mencobanya dan terus jangan menyerah. Kedepan kau akan menjadi istri yang baik dan menjadi ibu yang terbaik bagi anak-anakmu.
Sahabat terimakasih telah mempercayai aku sebagai teman curhatmu. Mudah2an aku dapat menyimpannya dan menjaganya.

Jarum jam hampir mendekati jam 9 malam, kami selesaikan cerita tersebut dengan tidak ada satu kesimpulan ataupun judgment atas apa yang terjadi, baik untuknya, untuk suaminya, tapi lebih pada kebutuhannya untuk bercerita. Semoga Allah menjauhkan niat bercerai sahabatku. Doaku untuk keluargamu, salam hangat untuk sikecil dan suamimu yang juga sahabatku.

Jakarta, 9 Februari 2010

Sunday, January 31, 2010

Selamat Jalan Mbah Kakung dan Mbah Putri

Innalillahi wainailahi rojiun.

Berpulangnya mbah kakung dan mbah putri dalam waktu yang sangat berdekatan, tiga hari saja 27 januari dan 30 januari, membuat kami sekeluarga merasa sangat terpukul dan kaget karena tidak mengira sebelumnya bahwa mereka berdua mbah kakung dan mbah putri akan secepat ini menghadap Robbnya.

Kami sekeluarga, sesungguhnya sudah menyadari dan mengikhlaskan apabila malaikat akan menjemput mereka dalam usia mereka yang semakin senja. mbah kakung dan mbah putri dalam usia 95tahun dan 98 tahun, namun dalam waktu selisih tiga hari........inilah kuasaNYA.

Kami berdoa semoga kakek dan nenek mendapatkan tempat yang mulia disisi Robbnya dan dilapangkan jalan kuburnya serta diterima amal ibadahnya.

selamat jalan mbah kakung dan mbah putri, cinta kalian begitu indah hingga Robb menyatukan kalian dalam cinta NYA.

keluraga besar:
Bpk.Prayogo
Ibu. Rochyati

Cucu dan mantu :
Destiana & Syamsudin

Buyut :
Muhammad Alif Adz-dzikri
Salma Sabila
Syadzaa Amalia

Monday, January 25, 2010

Oh Mama.......Oh Papa

Oh Mama…. oh Papa
Engkaulah idolaku, tempatku berlindung
Di pelukanmu aku merasa aman dan terlindung
Engkau rawat diriku, engkau berikan aku contoh
dengan semua perkataan dan tindakanmu

Walaupun terkadang ada yang aneh,
ku tak berani mempertanyakannya

Di luaran engkau begitu manis pada setiap orang,
walaupun orang itu berbuat salah,
engkau tersenyum memberikan maaf
“Oh… tak apa, saya bisa mengerti” katamu

Di dalam engkau begitu sadis kepadaku,
“Kenapa kau gambari seprei Mama?”
“Kenapa kau coret mobil Papa, hah?”
demikian engkau menghardikku, mengagetkanku
Remuk redam hatiku,
mendengarkan suara yang kuharap manis
memberikan pujian atas gambarku

“Ini baru peringatan”, katamu, dan tangan kuatmu melayang
Apa daya tubuh mungilku, menahan tamparan dan pukulan,
dari orang yang kuharap dengan sepenuh hati memberi perlindungan dan kasih sayang

Oh Mama…. oh Papa….
kepada siapa lagi kuberlindung
dan kubanggakan diriku

Seandainya aku mengerti semua peraturan orang dewasa
Seandainya aku bisa membaca pikiran orang dewasa
Takkan kuterima rasa sakit di tubuh mungilku

Oh Mama…. oh Papa,
Engkau boleh melarangku menggambar,
Tapi jangan buat hati kecilku berpaling darimu
Jangan buat tanganku cacat menerima pukulanmu
Apakah itu harga yang harus kubayar ?
Atas sebuah label “NAKAL” yang kau berikan padaku
Jika memang begitu, bukankah lebih baik kau kurung diriku
dalam sebuah sangkar emas kedap suara
Sehingga aku takkan merepotkanmu dengan kenakalan dan raungan tangisku

Dan kapanpun kau mau, aku siap jadi sasaran ambisi dan amarahmu
Yang tak mungkin kau lepaskan, di luar sana

Oh Mama…. oh Papa….
Walaupun itu terjadi,
Aku tetap sayang padamu
Karena tak ada yang bisa menggantikanmu di hati mungilku

Aku tetap akan merindukan peluk cium darimu
belaian hangat di punggungku
usapan tanganmu di kepalaku
dan tatapan sayang nan lembut
yang akan menggelorakan hatiku
Berilah aku sekali saja, sekali saja
semua itu
Hanya itulah yang kuharap dari Mama dan Papaku

(Puisi ini berasal dariNewsletter sekolahorangtua yang berjudul “Mama Papaku Mantan Preman?”

Tuesday, January 19, 2010

Belajar dari Kompetisi

Belajar dari kompetisi.

Kompetisi atau sering kita menyebutnya dengan pertandingan, dalam dunia orang dewasa maupun dunia anak, berkompetisi dalam suatu petandingan sangat menyenangkan. Selain dapat menjadi yang terbaik maupun menjadi sarana fun dan menumbuhkan kebersamaan. Pada dasarnya kompetisi banyak mempunyai manfaat yang dapat mengajarkan kepada anak akan berbagai hal yang dapat menumbuhkan sikap positif.

Bimbingan guru dan orang tua sangat dibutuhkan oleh anak dalam berkompetisi. Karena bimbingan akan memberikan arahan yang jelas, manfaat dari berkompetisi serta para pembimbing yakni orang tua dan guru dapat memberikan penjelasan akan rule model atau peraturan yang berlaku dalam kompetisi, agar anak dapat mengikutinya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

Banyak kegiatan yang dapat dijadikan ajang kompetisi untuk anak, seperti halnya belajar disekolah yang menggunakan sistem ranking, secara tidak langsung sebenarnya anak sudah mengikuti kompetisi untuk dapat menjadi juara kelas. Belakangan sistem rangking sudah ditinggalkan oleh bebrapa sekolah karena mempunya efek negatif akan sikap egoisme, merasa paling pintar, memandang bodoh teman yang berada dibawahnya yang timbul dari anak yang mendapatkan rangking, meskipun tidak banyak.

Adapaun kegiatan kompetisi lainnya yaitu seperti bidang olah raga maupun kesenian. Lebih membangun kebersamaan dan saling empati dalam suatu tim serta pengakuan yang terlihat secara langsung dari apa yang ditampilkan atau dipertunjukan dalam lomba dengan catatan panitia fair dan tidak mempunyai agenda dibelakang kegiatan tersebut berlangsung, misalnya pesan-pesan sponsor atau donatur.

Dengan kompetisi diharapkan dapat:
1. Menumbuhkan jiwa sportivitas
Kompetensi yang bersifat individual ataupun berkelompok, pada dasarnya akan melahirkan sportivitas buat anak dan menumbuhkan sikap untuk sportif terhadap hasil atau jalanya kompetisi. Disini anak akan menghargai dan mengakui secara sportif atas kemenagan orang lain atau tim lain yang memang kebih baik dan lebih siap.
2.Melatih Team Work
Berkompetisi yang sifatnya kelompok, ternyata dapat mengajarkan kepada anak tentang pentingnya bekerja kompak dalam satu tim. Tidak boleh ada yang saling mendahuluakan dalam satu tim, tapi bagaimana kerjasama tim dapat terbangun untuk menjadi yang terkompak bahkan bisa menjadi pemenang. Disini anak diajarkan untuk berbagi, bertenggang rasa serta berempati kepada sesama temannya serta bertanggung jawab atas kekompakan timnya, karena apabila sikap kerjasama tidak terbangun maka anak-anak akan menrasakan hasilnya yang tidak optimal, namun mennag kalah bukan menjadi tujuan dalam tteam work, yang penting adalah kerjasamanya.
3.Mengembangkan multiple Intelligent
Dimasa pertumbuhan, anak membutuhkan ruang untuk dapat mengaktualisasi dirinya, bukannya hanya kemampuan kognitif (motorik halus dan kasar) tetapi juga sosio emosinya harus terbangun. Kompetisi merupakan salah satu kegiatan yang dapat menumbuhkan kemampuan tersebut. Yunita P. Sakul, Psi Psikolog Essa Consulting Human Resources mengatakan “ Pada usia dini rasa ingin tahu anak sangat besar, dengan ego yang juga mulai berkembang. Hal ini mendorong anak untuk menjadi yang tercepat, atau yang terbaik dalam berbagai hal, sehingga kompetisi dapat mengembangkan pemahaman verbal (lingustic intelligent) serta kemampuan mengikuti aturan yang ada (moral intelligent)”.
4.Mengembangkan bakat dan ketrampilan
Kompetisi juga dapat dijadikan acuan atas apresiasi guru dan orang tua untuk melihat bakat dan kemampuan anak yang dapat dikembangkan. Bakat dan kemapuan anak dalam bidang apapun, baik seni, ilmu pengetahuan dan olahraga dapat diapresiasi dalam ajang kompetisi yang merupakan media anak untuk menampilkan segala kebisaannya. Banyak sudah contoh dimana orang-orang yang sukses juga adalah orang-orang yang berkompetisi dengan bakat dan ketrampilan yang dipunyainya.

Mari kita arahkan anak-anak kita menjadi anak- anak yang siap berkompetisi. Meski kalah hal ini menjadi satu pelajaran bagi anak untuk berusaha lebih baik lagi, dan apabila menang jadikan hal ini semangat untuk meningkatkan prestasi yang lebih baik lagi. Tidak ada anak yang tidak bisa, semua anak pasti bisa, asal kita sebagai guru dan orang tua dapat membantu mereka dalam menyiapkan dan mengarahkan bakat dan kemampuan yang dimiliki anak menjadi berkembang dan terarah.

Tuesday, January 12, 2010

AYESHA dan AYASH


AYESHA dan AYASH

Dijalan Gaza yang tak begitu ramai, dengan tas dan sepatu baru, Ayesha menggandeng adiknya melewati kebun-kebun kurma yang tak begitu luas. Kebun itu adalah sedikit tanah kosong yang ada dikotanya, tampak menghijau ditanah yang tandus. Mungkin, pemiliknya telah mempraktekan pepatah kuno nenek moyangnya. Katanya, kalau menanam kurma tindihlah tunas-tunas lemah itu dengan batu, lalu gantilah batu itu seiring dengan pertumbuhannya. Maka pohon kurma itu tumbuhnya tidak keatas, tapi kebawah. Akarnya akan menghujam ketanah dengan kuat dan dalam. Walaupun tumbuh agak terhambat sehingga tampak kerdil, tapi kurma itu tanaman yang sangat kuat. Akarnya akan senantiasa basah dengan air. Meski kemarau sangat panjang, dia akan senantiasa hidup.

Setelah melewati Pasar Khout Hanoum, mereka menyebrangi jalan raya. Hampir saja sebuah sepeda motor jelek menyerempet Ayash, tapi sang kakak segera menarik tangannya. Sebenarnya, itu salah Ayash yang menyeberang jalan dengan berlari. Dipeluknya sang adik yang shock. Lalu, Ayesha menasehati adiknya supaya berjati-hati jika menyeberang jalan.

Tiba disekolah, mereka berdua segera berpisah, menuju kelas masing-masing. Hari itu ternyata hari berduka bagi sekolah Ayesha. Sang guru sejarah, Umi Dareen Al-Akhrash, meninggal dunia. Suasana berkabung membayang diwajah anak manis itu. Ketika istirahat, mereka berdua dan semua teman asyik mengunyah bekal. Namun, mereka makan dalam diam. Masih terbayang dengan jelas, belum satu bulan yang lalu, Umi Zaenab meninggal selepas mengajar. Ada dua butir peluru bersarang didadanya. Dan, sekarang guru sejarah yang baik hati itu menyusul. Entah siapa lagi yang akan bertemu nasib serupa.

Saat pulang, Ayesha dan Ayash melawati Pasar Khout Hanoum lagi. Tapi, suasana telah berbeda. Banyak sekali arteleri berbendera bintang david berlalu-lalang dijalan sempit itu. Penjual yang ketakutan segera menutup tokonya. Dari arah berlawanan, arak-arakan ribuan mahasiswa sedang berdemo menghujat kekejian tentara israel karena telah membantai dua bocah yang baru belajar merangkak.

Foto-foto dikoran bahkan memperlihatkan seorang kakak tengah memangku adiknya yang masih sangat kecil tertembus enam butir peluru. Tiga dikepala dan lainnya menyebar diperut. Mereka seperti sedang berangkulan. Yang lebih mengenaskan, hasil forensik menyebutkan bahwa anak itu tertembak dari jarak yang sangat dekat, tak lebih dari empat meter. Dibawah kaki kiri, terpampang jelas komentar Komandan Shinbet “tentara kami hanya membela diri”.

Sungguh sebuah komentar yang menyiratkan kebodohan dan ketumpulan nurani komandan badan intelijen israel tersebut.

Ayesha dan Ayash berjingkat-jingkat melewati tank-tank berpeluru penuh. Rupanya, mereka sangat terbiasa dengan keadaan ini. Ketika telah melewatinya, kedua anak kecil itu menarik napas lega. Mereka berjalan dengan sedikit berlari menuju rumah. Dari jauh, keduanya melihat rumah mungil itu melambai-lambai memanggil mereka. Umi Fatheema pun bergegas menyongsong dua buah hatinya.

Sayang, belum sempat kaki kecil Ayash menginjak halaman rumah, sebutir peluru menerjang kepalanya tepat dibawah matanya yang lucu itu. Tembus. Peluru itu bersarang ditubuh bocah penuh semangat itu. Namun, peluru israel rupanya belum puas membubuh anak-anak tak berdosa. Ya, peluru itu terus melesak, melukai sang kakak yang terpaku disamping Ayash. Satu luka menganga dilengan kiri Ayesha. Peluru itu pun tertanam disana.....................

Disadur dari :
Novel penuh inspirasi “SANG PELOPOR” karya Alang-Alang Timur.
Dalam novel, Cerpen ini adalah tulisan dari seorang siswi Madrasah Kampung Sawah yang bernama Dewi, sebagai karyanya untuk kelulusan disekolah tersebut.

Sunday, January 3, 2010

Innalillahi Wainnalillahi Rojiun

syamstories mengucapkan turut berduka cita atas meninggalnya :
1. K.H. Abdurrahman Wahid
2. Bapak Frans Seda
3. Bapak Marwoto

Innalillahi wainna ilahi rojiun

Thursday, December 31, 2009

Raport anak kita, bagaimana dengan raport kita?

Raport anak kita, bagaimana dengan raport kita?

Tahun pengajaran 2009/2010, semester pertama berakhir telah berakhir, ditandai dengan sebelumnya sekolah menyelenggarakan ulangan umum bersama atau ulangan semester dan dilanjutkan dengan pembagian raport sebagai tanda berakhirnya semester yang telah dijalani. Pembagian raport menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh sebagian orang tua, ada yang mensikapinya dengan cemas, ada yang biasa saja dan ada pula orang tua yang telah “siap” dengan hasil raport anak, bahkan ada yang tidak peduli dengan momen tersebut.

Guru pun juga menantikan hari special ini, ada yang telah punya rencana akan berlibur, ada yang akan menyiapkan rencana pembelajaran disemester berikutnya, bahkan ada pula yang tidak peduli selama ada buku paket atau modul. Tapi tidak sedikit pula guru yang segera melakukan pemetaan dan evaluasi atas nilai-nilai yang dicapai oleh murid-murid disemester pertama ini untuk perbaikan-perbaikan disemester kedua dalam hal pendekatan dan pengajaran, agar hasil yang didapat peserta didik atau anak-anak kita lebih baik dari semester pertama.

Anak-anak pun juga menantikan hari pembagian raport pastinya. Dengan segala antusiasmenya mereka ingin mengetahui hasil yang didapat dari mengikuti pengajaran dalam semester pertama. Beberapa anak ada yang berharap-harap cemas akan nilainya, adapula anak-anak yang tidak peduli dengan hasil raport dan ada anak-anak yang sudah merasa yakin akan mendapat nilai baik, tetapi banyak anak yang nothing to lose akan hasil yang akan didapat, tidak berharap apa-apa.

Raport, jika boleh dikatakan adalah bagian dari profil tentang orangtua, sekolah, guru dan anak-anak kita. Agar profilnya bagus bukan berarti kemudian dengan mudah guru akan memberikan nilai royal kepada seluruh anak agar dapat dikatakan sekolah yang bagus, guru yang hebat, anak yang baik dan orang tua yang baik. Disini tentunya ada proses, bagaimana komunikasi anak dengan orang tuanya, bagaimana guru memberikan pengajaran kepada muridnya, bagaimana kebijakan sekolah dengan segala dinamikanya dan bagaimana dengan anak-anak kita sendiri yang sampai saat ini masih merupakan objek dari produk pendidikan.

24 Desember 2009, tiga orang anak saya menerima raport. Sejak awal sebagai orang tua, saya mengatakan kepada anak-anak adalah “anak-anakku bukan nilai sempurna yang abi dan ummi mau, dan tidak harus kalian menjadi juara kelas , tapi abi dan ummi akan bangga jika nilai yang kalian dapat adalah atas hasil usaha belajar kalian dan tidak harus mendapat nilai 10 sepanjang kamu mendengarkan dan mengerti apa yang gurumu ajarkan dan bertanya apabila ada yang belum kalian mengerti”. Disini sepertinya saya tidak mendorong anak untuk menumbuhkan motivasi berprestasi, karena saya ingin motivasi tersebut datang dari mereka dan saya berharap mereka dapat mengambil keputusan untuk dirinya yang akan tergambar dalam nilai-nilai sementara di raportnya karena hasil sesungguhnya adalah masa depannya yang harus mereka pilih berdasarkan kesadaran dan keinginan serta bakat yang dimilikinya. Alhamdulillah sepanjang mereka bersekolah saya bangga dengan hasil yang didapat oleh anak-anak saya meski mereka bukan juara kelas tapi dari narasi raport yang ditulis oleh gurunya menggambarkan bahwa anak-anak saya secara umum dapat mengikuti pelajaran yang diajarkan.

Raport dalam sudut pandang orang tua adalah hasil evaluasi guru terhadap anak. Sehingga kadang orang tua mensikapinya dengan dengan berbagai bentuk seperti saya sebutkan diatas. Orang tua yang telah “siap” dengan hasil belajar anak, adalah orang tua yang bisa menerima apapun yang tertera dalam raport anak, apakah semua nilainya baik atau ada beberapa nilai yang masih kurang. Tinggal semangat untuk memotivasi anak dalam mempertahankan nilai yang sudah baik dan memperbaiki nilai-nilai yang belum tercapai atau melampaui standar ketuntasannya. Matematika biasanya yang difokuskan oleh orang tua, sedangkan pelajaran lain banyak sekali orang tua yang tidak memperhatikannya. Hal ini disebabkan matematika merupakan salah satu pelajaran yang akan di-uji secara nasional bersama bahasa indonesia dan sain untuk sekolah dasar dan bahasa inggris untuk sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.

Kecemasan orang tua terhadap hasil yang didapat anak bisa juga merupakan kecemasan dirinya yang tanpa sadar sebenarnya merupakan bagian dari pertanyaan dalam diri orang tua, bagaimana hasilnya? Apakah saya sudah maksimal mendampinginya belajar? Atau apakah gurunya sudah maksimal memberikan pengarajaran? Bagaimana dia belajar dirumah dan disekolah? Tapi kadang setelah raport diterima orang tua hanya sambil lalu saja dan bahkan tidak pernah mengevaluasi lebih lanjut atas hasil yang didapat anak. Bahkan ada pula orang tua yang cukup menandatangani daftar hadir pengambilan raport kemudian melihat nilai rapaort anak didepan guru tanpa komentar dan dan pertanyaan tentang anak, baik hasil raportnya maupun bagaimana anak dalam mengikuti pelajaran dikelas atau disekolah dan pergaulan bersama temannya. Kemudian pulang.

Setelah raport diterima, sampai dirumah disimpan dan tidak pernah kita mendiskusikannya bersama anak kita, atau memberikan pujian kepada anak apabila hasilnya baik. Hendaknya kita sebagai orang tua coba mencermati mana-mana dari banyaknya mata pelajaran yang telah dicapai dengan baik dan mana yang belum dicapai, untuk kita memberikan dorongan kepada anak kita agar semester selanjutnya dia akan mencapai hasil yang baik. Bahkan dari raport pula kita bisa melihat dimana kecerdasan anak kita. Howard Gardner dalam Multiple Inteligent memetakan ada 9 aspek kecerdasan dalam diri manusia, yaitu, Kecerdasan : (1) gambar/Visual; (2) interpersonal; (3) kinestetik/body-kinesthetic; (4) Bahasa/Verbal Linguistic; (5) Mengenal diri sendiri/Intrapersonal; (6) Musik/Musical Intelligence; (7) Alam/Naturalist; (8) Logika Matematika/Mathematic; (9) Spiritual/Existential. Mana-mana dari sembilan aspek kecerdasan tersebut yang dimiliki anak kita? Sudahkah kita minimal mengamatinya? Sudahkah kita memberi ruang untuk kecerdasan-kecerdasan tersebut berkembang maksimal bagi anak-anak kita? Apakah semua anak harus memiliki kecerdasan tersebut? Perlu diingat bahwa setiap anak mempunyai keunikan tersendiri, setiap anak berbeda dan setiap anak pasti mempunyai kelebihan masing-masing yang telah Allah takdirkan untuk mereka.

Pujian dan motivasi sangat diperlukan oleh anak, bukan tekanan dan paksaan bahwa anak harus mendapatkan semua nilai dengan hasil baik. Tidak ada anak yang sempurna tapi yakinlah bahwa semua anak bisa dan semua anak pasti juara. Gardner lebih lanjut mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai sembilan aspek kecerdasan dengan kadar yang bervariasi serta komposisi kecerdasan yang berbeda disetiap manusia dan seluruh aspek kecerdasan tersebut berada pada bagian otak yang berbeda yang dapat bekerja secara sendiri-sendiri atau bersamaan.

Pada saat saya menunggu gilran untuk dapat mengambil raport anak saya, ada orang tua yang mengeluhkan nilai-nilai anaknya terutama matematika. Ibu itu mengatakan bahwa dia lelah dan menyerah dengan anaknya, tidak tahu apa lagi yang akan dia perbuat. Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran anak saya, pak? Kenapa hasilnya tidak bagus? Les matematika sudah, privat dengan berbagai macam metode matematika sudah, memanggil pakar matematika sudah, apa yang kurang coba pak? Bahkan anak ini sudah mulai berbohong, bilangnya les ternyata tidak, dia ini inginnya main dan saya tidak tahu siapa saja temannya. Ayahnya dulu selalu juara kelas bahkan sampai mendapat beasiswa kuliah keluar negeri. Saya dan ayahnya ingin memindahkannya kesekolah lain saja pak, bu.

Orang tua ini (mohon maaf) mungkin lupa bahwa pelajaran disekolah bukan hanya pelajaran matematika masih ada pelajaran-pelajaran lain dan kecerdasan lainnya yang dimiliki anak yang tidak diketahui oleh orang tuanya. Disisi lain ibu itu menyatakan kebanggaannya kepada anak tesebut bahwa anak anak tersebut secara visual sangat menonjol, dan banyak teman, minimal anak tersebut sudah mempunyai lebih banyak kecerdasan dari pada matematika yang menjadi momok bagi orang tua.

Waduh kalo ibu menyerah, bagaimana dengan anak ibu? Kemudian banyak pertanyaan muncul dalam benak saya, Sudahkah kita mendoakannya? Bagaimana keakraban kita sebagai orang tua? Sehangat apa kita dirumah? Sedekat apa dan bagaimana komunikasi kita dengan anak? Dan banyak pertanyaan lainnya yang berkelebat dalam fikiran saya.
Kemudian saya (sebagai orang tua dan juga school of director disekolah ini) dan gurunya mendiskusikan sebentar tentang anak tersebut bersama orang tuanya. Pada dasarnya, dalam sudut pandang saya tidak ada yang salah dengan anak ini, begitu juga gurunya. Bahkan sekolah beserta gurunya sudah melakukan pendekatan secara personal tentang anak ini, tapi memang anak tersebut belum terbuka, baik dengan gurunya atau dengan guru lain yang diminta membantu permasalahan anak tersebut. Sekolah bahkan sudah menjadwalkan untuk melakukan obsevasi secara personal bersama psikolog sekolah tentang anak ini, termasuk orang tua nya juga akan dijadwalkan. Setelah ibu tersebut pulang, saya dan gurunya mendiskusikan bahwa ada nilai-nilai pelajaran lain yang hasilnya baik, yang belum sempat dilihat oleh orangtuanya karena terbatasnya waktu pengambilan raport. Dan mungkin juga ada harapan-harapan yang besar dari orang tua terhadap anak tersebut agar seperti ayahnya, dan satu hal anak tersebut juga sedang dalam masa menuju masa pubertasnya.

Beberapa catatan dari pembicaraan ini mudah-mudahan menjadi pengayaan yang akan membantu “permasalahan” yang akan segera di follow up oleh konsultan pendidikan anak tersebut disekolah sekaligus bahan evaluasi saya sebagai orang tua dan school of director IQRO’.

Raport...raport..raport! mengapa menjadi momok bagi sebagian orang tua? Adakah yang salah dengan raport? Mengapa selalu anak yang menjadi fokus pertanyaan dari raport? Bagaimana dengan kita sebagai orang tua? Sudahkah kita memeriksa dan mengamati raport kita sendiri? Sudahkah kita memberikan raport untuk guru dan sekolah anak-anak kita? Ternyata bukan hanya raport anak kita yang harus kita cermati tapi bagaimana raport kita sendiri sebelum kita mencermati raport anak kita, raport guru dan sekolah anak kita.

Jakarta, 31 Desember 2009.