Tuesday, January 12, 2010

AYESHA dan AYASH


AYESHA dan AYASH

Dijalan Gaza yang tak begitu ramai, dengan tas dan sepatu baru, Ayesha menggandeng adiknya melewati kebun-kebun kurma yang tak begitu luas. Kebun itu adalah sedikit tanah kosong yang ada dikotanya, tampak menghijau ditanah yang tandus. Mungkin, pemiliknya telah mempraktekan pepatah kuno nenek moyangnya. Katanya, kalau menanam kurma tindihlah tunas-tunas lemah itu dengan batu, lalu gantilah batu itu seiring dengan pertumbuhannya. Maka pohon kurma itu tumbuhnya tidak keatas, tapi kebawah. Akarnya akan menghujam ketanah dengan kuat dan dalam. Walaupun tumbuh agak terhambat sehingga tampak kerdil, tapi kurma itu tanaman yang sangat kuat. Akarnya akan senantiasa basah dengan air. Meski kemarau sangat panjang, dia akan senantiasa hidup.

Setelah melewati Pasar Khout Hanoum, mereka menyebrangi jalan raya. Hampir saja sebuah sepeda motor jelek menyerempet Ayash, tapi sang kakak segera menarik tangannya. Sebenarnya, itu salah Ayash yang menyeberang jalan dengan berlari. Dipeluknya sang adik yang shock. Lalu, Ayesha menasehati adiknya supaya berjati-hati jika menyeberang jalan.

Tiba disekolah, mereka berdua segera berpisah, menuju kelas masing-masing. Hari itu ternyata hari berduka bagi sekolah Ayesha. Sang guru sejarah, Umi Dareen Al-Akhrash, meninggal dunia. Suasana berkabung membayang diwajah anak manis itu. Ketika istirahat, mereka berdua dan semua teman asyik mengunyah bekal. Namun, mereka makan dalam diam. Masih terbayang dengan jelas, belum satu bulan yang lalu, Umi Zaenab meninggal selepas mengajar. Ada dua butir peluru bersarang didadanya. Dan, sekarang guru sejarah yang baik hati itu menyusul. Entah siapa lagi yang akan bertemu nasib serupa.

Saat pulang, Ayesha dan Ayash melawati Pasar Khout Hanoum lagi. Tapi, suasana telah berbeda. Banyak sekali arteleri berbendera bintang david berlalu-lalang dijalan sempit itu. Penjual yang ketakutan segera menutup tokonya. Dari arah berlawanan, arak-arakan ribuan mahasiswa sedang berdemo menghujat kekejian tentara israel karena telah membantai dua bocah yang baru belajar merangkak.

Foto-foto dikoran bahkan memperlihatkan seorang kakak tengah memangku adiknya yang masih sangat kecil tertembus enam butir peluru. Tiga dikepala dan lainnya menyebar diperut. Mereka seperti sedang berangkulan. Yang lebih mengenaskan, hasil forensik menyebutkan bahwa anak itu tertembak dari jarak yang sangat dekat, tak lebih dari empat meter. Dibawah kaki kiri, terpampang jelas komentar Komandan Shinbet “tentara kami hanya membela diri”.

Sungguh sebuah komentar yang menyiratkan kebodohan dan ketumpulan nurani komandan badan intelijen israel tersebut.

Ayesha dan Ayash berjingkat-jingkat melewati tank-tank berpeluru penuh. Rupanya, mereka sangat terbiasa dengan keadaan ini. Ketika telah melewatinya, kedua anak kecil itu menarik napas lega. Mereka berjalan dengan sedikit berlari menuju rumah. Dari jauh, keduanya melihat rumah mungil itu melambai-lambai memanggil mereka. Umi Fatheema pun bergegas menyongsong dua buah hatinya.

Sayang, belum sempat kaki kecil Ayash menginjak halaman rumah, sebutir peluru menerjang kepalanya tepat dibawah matanya yang lucu itu. Tembus. Peluru itu bersarang ditubuh bocah penuh semangat itu. Namun, peluru israel rupanya belum puas membubuh anak-anak tak berdosa. Ya, peluru itu terus melesak, melukai sang kakak yang terpaku disamping Ayash. Satu luka menganga dilengan kiri Ayesha. Peluru itu pun tertanam disana.....................

Disadur dari :
Novel penuh inspirasi “SANG PELOPOR” karya Alang-Alang Timur.
Dalam novel, Cerpen ini adalah tulisan dari seorang siswi Madrasah Kampung Sawah yang bernama Dewi, sebagai karyanya untuk kelulusan disekolah tersebut.

2 comments:

  1. Love this......pinjem donk bukunya pak

    ReplyDelete
  2. Boleh bunda......silakan mau diambil dimana?
    heheheh...atau dapatkan ditoko buku terdekat dikota anda, btw yg keduanya juga sudah terbit loh?....

    salam senyum n doa for bunda.
    thx atas kunjungannya.

    ReplyDelete