Sunday, December 27, 2009

Where is my father gone?


Where is my father gone?

Kesibukan kadang memang sering kali memenjarakan kita, tanpa kita sadari atau bahkan kita sendiri enggan beranjak dari kesibukan itu sendiri. Seringkali kesibukan-kesibukan kita dalam mengejar materi ataupun juga immateri yang lainnya justru memangkas waktu kita bersama orang-orang terdekat kita, baik orang tua, kakak, adik, istri dan anak-anak kita. Atas nama kesibukan, interaksi yang hanya sekedar “say hello” berjalan tanpa kesan dan makna.

Suatu hari, seorang sahabat bertutur kepada saya tentang 3 orang anaknya yang menuntut waktunya untuk lebih banyak bersama mereka. Teringat akan kisah Dewi dari blognya Ayah Edi, saya tag kisah tersebut melalui jejaring facebook, tidak lama kemudian dia menulis dikotak surat saya tentang perasaannya yang tiba-tiba kosong dan menangisi apa yang selama ini ternyata begitu juga adanya dengan kisah tersebut, meski tidak berakhir sama dengan Dewi. Berikut saya kutip sebagian dari isi suratnya.

“.......aku akan segera pulang!, ....akan aku peluk mereka dalam dekapanku malam ini dan malam-malam selanjutnya. Aku akan ajak anak dan istriku bermimpi bersama tentang cinta dirumahku, akan aku lepaskan waktuku yang sibuk tak menentu untuk bisa mendekap mereka dalam dadaku, karena aku tahu mereka adalah anugerah terindah dari NYA untukku. Aku harus pulang, aku tak ingin terlambat”.

Where is my father gone?
Sebaris kalimat tanya yang seringkali hinggap dipikiran anak-anak kita. Kemana ayahku pergi selama ini?, bekerjakah? Apakah memang bekerja itu membutuhkan waktu yang sangat lama? Tak sempatkah ayah berisitirahat untuk pulang sejenak tanpa rasa lelah agar bisa bermain bersama anak-anaknya?, atau mungkin untuk duduk bersama ibu mengajarkan kami pelajaran sekolah yang belum kami mengerti? Kemana ayahku pergi selama ini?

Pertanyaan sederhana tersebut sulit sekali kita menjawabnya. Terkadang bukan hanya kerja yang menghabiskan waktu kita, tetapi waktu untuk bersosialisasi atau bertemu hanya sekedar ngupi bersama teman atau relasi juga kita lupa akan waktu, padahal alangkah nikmat dan bahagianya bisa ngupi dirumah bersama anak dan istri. Tetapi seringkali dorongan untuk berlama-lama diluar lebih besar dan mengasyikan dibandingkan melakukan hal yang sama bersama keluarga dirumah atau mengajak mereka keluar rumah.

Mencari nafkah memang kewajiban seorang kepala keluarga. Tapi bukan berarti kita tidak dapat mengukur apa yang badan kita butuhkan untuk diri sendiri, banyak hal jika kita tak lagi dapat mengukur kebutuhan diri kita maka kita juga tidak bisa mengukur kebutuhan orang lain ataupun keluarga kita. Semakin banyak kita lalai kepada diri kita sendiri maka semakin banyak pula kita lalai kepada kebutuhan keluarga kita dan orang lain.

Manakala kita, para lelaki dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan, tanpa sadar kita sudah mulai terkungkung dengan sebuah pertanyaan tentang bagaimana kita mencari materi untuk dapat membahagiakan anak dan istri kita, sehingga waktu kita dihabiskan hanya untuk mengejar sesuatu yang diukur oleh materi. Tapi apakah itu yang mereka minta? Pernahkah kita bertanya seberapa banyak materi yang istri dan anak kita minta? Jika ya, jawaban yang akan kita kita terima juga akan berbeda dengan apa yang sudah kita siapkan, dan meraka akan menjawab bahwa keberadaan kita dirumah adalah segalanya bagi mereka. Family is everything. Jika kita belum sempat bertanya, maka renungkan kembali kesibukan-kesibukan kita yang menghabiskan waktu begitu banyak untuk segera kembali kerumah, pilah kembali mana yang memang menjadi waktu bekerja dan mana waktu yang seharusnya kita ada bersama mereka.

Where is my father gone?....sebenarnya pertanyaan ini juga mengusik saya. Saya kembali berfikir akan masa-masa yang sampai saat ini begitu banyak saya habiskan diluar rumah, bahkan anak saya dulu pernah meminta saya untuk menyisihkan waktu bersama dalam satu hari saja. Abi, please............................satu hari saja Abi ada dirumah. Tapi begitu ada dirumah saya lupa bahwa ada istri dan anak-anak saya, sehingga waktu dirumah saya pergunakan untuk tidur, baca koran, buka email, makan, tidur bahkan kembali asyik mengerjakan pekerjaan kantor dirumah dan pada akhirnya ada penolakan dari anak-anak kepada saya,......mendingan abi kerja aja deh! Dari pada dirumah abi hanya makan, tidur saja. Sekali lagi saya telah lalai terhadap hak mereka atas saya.

Hal ini karena ketidak siapan kita mungkin juga saya untuk segera membangun cinta dan sayang yang selama ini mungkin saja tak pernah terfikirkan oleh kita karena kesibukan kita mencari materi guna membuktikan cinta kita dengan hal tersebut.
Ada banyak hak istri dan anak kita kepada kita, misalnya saja komunikasi , perhatian dan sentuhan yang menjadi hak meraka, sudahkah kita penuhi? Jika sudah maka kita akan siap menjawab pertanyaannya yang sederhana dengan penuh cinta dan sayang, semakin banyak waktu kita bersama mereka dengan aktivitas cinta dan sayang, maka akan semakin berkualitas hidup kita, termasuk kehidupan spirtual dalam rumah tangga kita. Dalam Al Qur’an ada banyak firman Allah yang mengingatkan kita akan pentingnya waktu dan keluarga. Sudahkah kita mentaddaburinya?

Semoga kita bisa megelola waktu yang telah diberikan kepada kita oleh NYA menjadi golden time dalam aktivitas kehidupan kita, baik untuk beribadah, berkeluarga dan bekerja dengan karya-karya terbaik karena cinta dan sayang dari NYA, keluarga serta orang-orang disekitar kita.

Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wakinna adzabannar.



Syamsudin
Kuala Lumpur, 28 Desember 2009

No comments:

Post a Comment